Kamis, 28 Mei 2020

Kawan Dan Lawan Dalam Perspektif Islam

Surakarta (An-najah.net) – Kawan dalam terminologi Islam adalah seorang yang bukan diikat oleh ikatan darah, warna kulit, suku bangsa, atau bahasa. Namun, mereka yang diikat oleh ikatan keimanan, pancaran kecintaan dan kebencian, sikap dan persepsinya terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah Rasulullah menyebutkan bahwa ikatan Islam yang kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.
Sebaliknya, lawan dalam Islam disekat oleh sekat keimanan, pandangan dan sikap kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan disekat oleh kedekatan, status sosial, keturunan, pangkat, derajat, dan lainnya.
Penempatan kawan dan lawan yang tepat akan melahirkan sikap yang benar. Sebaliknya penempatan yang salah akan melahirkan sikap yang keliru, bahkan dalam tingkatan tertentu yang seharusnya menjadi kawan dianggap sebagai lawan atau sebaliknya.
Dalam frame perjuangan Islam, penempatan kawan dan lawan harus tepat, tidak boleh bergeser sedikitpun apalagi keliru. Penempatan yang tepat seperti menyangga sebuah bangunan yang masing-masing sebagai penguat untuk mendirikan dan menegakkan bangunan dalam wujud kebersamaan.
Namun, sebaliknya penempatan yang salah, seperti menyangga sebuah bangunan. Tapi hakekatnya merobohkan bangunan itu sendiri, karena masing-masing tercerai berai dalam persepsi yang keliru antara kawan dan lawan.

Rabu, 24 April 2019

Persiapan-persiapan Menyambut Ramadhan




Oleh: Dr. Muhammad  Yusran Hadi, Lc., MA*
KIBLAT.NET – Tak terasa kita telah berada di bulan Sya’ban. Tak lama lagi kita akan kedatangan bulan suci Ramadhan. Maka sudah sepatutnya kita melakukan berbagai persiapan dalam rangka tarhib (menyambut) Ramadhan. Ibarat sosok tamu yang agung, kedatangan bulan Ramadhan mesti disambut dengan perasaan gembira dan suka cita oleh umat Islam.  Setelah sekian lama berpisah, maka tamu yang agung ini kembali ditunggu-tunggu dan dielu-elukan kehadirannya.
Hal ini sangat wajar, mengingat bulan yang agung datang dengan membawa berbagai keutamaan, baik di dunia maupun di akhirat. Ramadhan merupakan bulan rahmat, maghfirah, dan pembebasan dari api neraka. Selain itu, Ramadhan merupakan bulan keberkahan, karena pada bulan ini pahala suatu amal shalih dan ibadah dilipatgandakan. Demikian pula keberkahan di dunia dengan bertambahnya rezeki, khususnya bagi para pedagang makanan. Begitu agung dan mulianya bulan ini sehingga Rasul SAW menjulukinya sebagai Sayyid Asy-Syuhur (penghulu segala bulan).
Sebelum bulan Ramadhan tiba, kita perlu mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya. Persiapan tarhib Ramadhan sangat penting dan perlu dilakukan, agar Ramadhan kita nantinya menjadi sukses. Sebagaimana halnya ketika kita akan menghadapi suatu ujian atau pertandingan, maka tentu kita terlebih dahulu mempersiapkan diri, agar berhasil dalam ujian atau menang dalam pertandingan tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara kita mempersiapkan diri untuk menyambut bulan Ramadhan agar Ramadhan kita sukses? Persiapan apa saja yang perlu kita lakukan dalam menyambut bulan yang mulia ini?
Menurut penulis, untuk menyambut kedatangan Ramadhan, maka kita perlu melakukan berbagai persiapan baik dari segi fisik maupun jiwa, jasmani maupun rohani, dan materi maupun moril. Di antara persiapan yang penting dan perlu dilakukan yaitu:
Pertama, perbanyak puasa sunnat pada bulan Sya’ban. Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban merupakan sunnah Rasul SAW. Dalam sebuah riwayat, dari Aisyah r.a ia berkata, “Aku belum pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa sebulan penuh melainkan pada bulan  Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Rasulullah SAW paling banyak berpuasa dalam sebulan melainkan pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda, “Itu adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab dengan Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan kepada Rabb semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (HR. Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat sunat seperti shalat tasbih pada malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban) dengan menyangka bahwa ia memiliki keutamaan, maka tidak ada dalil shahih yang mensyariatkannya. Hadits-hadits yang dijadilan sandaran sebagai keutamaan puasa dan shalat malam nisfu sya’ban itu dhaif dan maudhu’ menurut para ulama hadits. Al-Mubarakfury dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadzi (3/444) menyebutkan hadits nisfu sya’ban dhaif. Ibnu Al-Jauzi menvonis tersebut maudhu’ dengan memasukkan dalam kitabnya Al-Maudhu’at. Oleh karena itu, hadits-hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak boleh diamalkan berdasarkan ijma’ ulama.
Kedua, mempelajari fiqh ash-shiyam (fiqih puasa). Seorang muslim wajib mempelajari ibadah sehari-harinya, termasuk fiqih puasa, karena sebentar lagi kita akan menjalankan kewajiban ibadah puasa. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana cara berpuasa yang benar yaitu sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW agar ibadahnya diterima Allah SWt. Dengan mempelajari fiqih puasa maka ia dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hukum puasa seperti rukun puasa, sunat dan adab puasa, hal-hal yang membatalkan puasa dan sebagainya. Maka sudah sepatutnya menjelang kedatangan Ramadhan, seorang muslim memperbanyak membaca buku-buku tentang puasa dan ibadah lainnya yang berkaitan dengan bulan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf, dan membaca Al-Qur’an. Persiapan ilmu ini wajib dilakukan oleh seorang muslim untuk memasuki bulan Ramadhan. Dengan ilmu, maka ibadah dapat dilakukan dengan cara yang benar sehingga diterima Allah saw. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan kepadanya, maka Allah mudahkan pendalaman dalam menuntut ilmu agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga, memberi kabar gembira perihal kedatangan bulan Ramadhan kepada umat Islam. Hal ini sesuai dengan sunnah Rasul SAW. Beliau selalu memberi taushiah (nasehat) menjelang kedatangan Ramadhan dengan memberi kabar gembira tentang keutamaan bulan Ramadhan kepada para sahabat. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah, beliau mengatakan bahwa menjelang kedatangan bulan Ramadhan, Rasulullah saw bersabda, “Telah datang kepada kamu syahrun mubarak (bulan yang diberkahi). Diwajibkan kamu berpuasa padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam tersebut, maka ia telah terhalang dari kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk memberi motivasi dan semangat kepada umat Islam untuk memperbanyak beribadah di bulan Ramadhan.
Keempat, menjaga kesehatan dan stamina fisik. Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat pada bulan Ramadhan sangat penting. Mengingat kesehatan merupakan modal utama dalam beribadah. Orang yang sehat dapat melakukan ibadah dengan baik dan penuh semangat. Namun sebaliknya bila seseorang sakit, maka ibadahnya sangat terganggu dan tidak semangat, bahkan bisa jadi tidak bisa melakukan ibadah. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda, “Pergunakanlah kesempatan yang lima sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)
Oleh karena itu, menjelang bulan Ramadhan, maka kesehatan dan stamina fisik mesti dijaga. Makan harus teratur. Pola makan yang sehat harus dijaga. Selain itu, istirahat harus cukup.
Kelima, membersihkan rumah, masjid, mushalla, meunasah, dan lingkungan. Islam memerintahkan kita untuk selalu hidup bersih dan sehat. Hal ini terbukti dengan perintah membersihkan diri dan tempat ibadah, terutama ketika ketika kita mau shalat atau melakukan ibadah lainnya. Untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, maka kita perlu menjaga kebersihan di rumah dan di sekitar lingkungan kita. Bila kita kedatangan tamu ke rumah kita atau ke desa kita, maka kita sibuk membersihkan rumah dan lingkungan kita. Bahkan rumah atau desa dihias sedemikian rupa, agar tampak indah dan bersih. Maka begitu pula sepatutnya kita menyambut bulan Ramadhan.
Terlebih lagi, bulan Ramadhan adalah bulan ibadah. Tentu kita menginginkan suasana ibadah yang nyaman dan khusyuk dalam shalat lima waktu dan tarawih. Allah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusuk dalam shalatnya.” (Al-Mukminun: 1-2). Kekhusyukan dalam ibadah akan mendatangkan ampunan Allah SWT sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Jika kita menunaikan shalat lima waktu yang telah diwajibkan Allah SWT dengan whudu’ yang sempurna, tepat waktu dan penuh khusyuk, maka Allah berjanji akan mengampuni dosa-dosa kita. Orang yang tidak melakukan hal itu, dia tidak termasuk dalam janji Allah. Jika Allah menghendaki ampunan, maka Allah mengampuninya. Dan jika Allah menghendaki siksaan, maka Allah akan menyiksanya.” (HR. Abu Daud)

Rumah, masjid, dan mushalla yang bersih dan indah tentu akan menciptakan suasana yang nyaman dalam beribadah, sehingga akan mendatangkan kekusyukan dalam beribadah. Sebaliknya rumah, masjid, dan mushalla yang kotor dan bau, tentu akan mengganggu kenyamanan dalam ibadah sehingga menghilangkan kekusyukan. Apalagi sampai menimbulkan berbagai macam penyakit yang berbahaya akibat lingkungan yang kotor dan bau.
Keenam, persiapan finansial (keuangan). Bulan Ramadhan merupakan bulan amal shalih. Di antara amal shalih yang sangat digalakkan pada bulan Ramadhan adalah berinfak dan bersedekah. Hal ini sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan sikap kedermawaaannya semakin  bertambah pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemuinya untuk mengajarkan Al-Qur’an kepadanya. Dan biasanya Jibril mendatanginya setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mengajari Al-Qur’an. Sungguh keadaan Jibril sangat dermawan pada kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang muslim menyiapkan sebahagian hartanya sebelum kedatangan bulan Ramadhan untuk diinfakkan dan disedekahkan pada bulan Ramadhan untuk orang-orang yang membutuhkan, masjid-masjid, kegiatan-kegiatan dakwah, dan sebagainya. Begitu pula untuk memberikan bukaan puasa bagi orang yang berpuasa yang sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Selain itu, persiapan finansial ini juga sangat bermanfaat untuk keperluan bersahur dan berbuka puasa. Terlebih lagi bila ingin menu berbuka puasa dengan makanan yang mencukupi dan sesuai dengan standar gizi yang diperlukan oleh tubuh kita.
Ketujuh, persiapan jiwa dan mental. Hendaklah kita menyambut bulan Ramadhan dengan rasa penuh kegembiraan dan tulus hati serta jiwa yang bersih (taubat). Siapkan diri untuk melakukan berbagai amal shalih dan ibadah pada bulan Ramadhan. Karena pada bulan ini kita akan beribadah puasa dan lainnya dengan optimal dan fulltime selama sebulan penuh. Jiwa dan mental kita harus dipersiapkan dengan penuh keimanan dan ketulusan hati (ikhlas) dalam beribadah. Dengan demikian, maka kesulitan dan sikap malas dalam ibadah bisa diatasi dan dihilangkan. Ibadah pun menjadi terasa mudah dan menyenangkan.  Selain itu, hendaklah menyucikan jiwa kita  dengan cara bertaubat kepada Allah SWT, agar jiwa kita bersih dari noda dosa. Begitu pula kita hendaklah membiasakan diri untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah, seperti puasa sunnat, shalat sunnat serta memperbanyak membaca Al-Qur’an. Sehingga kita terlatih dan terbiasa melakukan ibadah yang optimal.
Demikianlah di antara berbagai persiapan yang dapat kita lakukan dalam rangka menyambut kedatangan tamu yang agung dan mulia yang bernama Ramadhan. Mari kita sambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh kegembiraan, keimanan, dan keikhlasan. Raihlah berbagai  keutamaan yang dibawa oleh Ramadhan dengan memperbanyak melakukan berbagai amal shalih dan ibadah secara optimal. Semoga kita sukses dalam ujian ibadah di bulan Ramadhan ini dan meraih berbagai keutamaan yang disediakan dibulan Ramadhan. Amin..!
*Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Pengurus Dewan Dakwah Aceh, Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.

Hati-hati, Banyak Setan dalam Diskusi Kita



KIBLAT.NET – Hari ini, sebagian besar waktu kita mungkin terkuras untuk berdiskusi di media sosial atau grup-grup tertentu, di dunia maya maupun di handphone. Banyak sekali sarananya; Whatsapp, BBM, Line, Facebook, Twitter dan masih banyak lagi.
Agar diskusi atau buah dari tarian jari-jari kita lebih bermanfaat, ada satu hadis yang patut diingat-ingat ketika berdiskusi. Banyak orang mungkin sudah tahu dan hafal hadis ini. Tetapi tidaklah aib bila kita ulang di sini:
Abu Hurairah berkata, “Seseorang telah mencela Abu Bakar. Abu Bakar pun diam, sedangkan Nabi SAW ketika itu bersama mereka dalam posisi duduk. Nabi merasa kagum, lalu tersenyum. Ketika orang itu memperbanyak cercaannya, Abu Bakar menimpali sebagian yang diucapkannya. Nabi pun marah dan beranjak pergi.

Abu Bakar kemudian menyusul beliau dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, orang itu telah mencerca diriku, dan engkau tetap duduk. Namun, saat aku menimpali sebagian yang diucapkannya, mengapa engkau marah dan berdiri?’

Rasulullah pun menjawab, ‘Tadi ada malaikat bersamamu dan menimpali orang tersebut, sementara engkau diam. Akan tetapi, ketika engkau menimpali sebagian yang diucapkannya, setan pun datang dan aku pun tidak mau duduk dengan setan.’
Kemudian beliau SAW bersabda, ‘Wahai Abu Bakar, ada tiga perkara yang semuanya benar:
  1. Tidaklah seseorang yang dizalimi dengan suatu kezaliman, kemudian ia memaafkannya karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya karena perbuatannya itu dan akan menolongnya.
  2. Tiada seseorang yang membuka pintu pemberian dengan niat bersilaturahim, melainkan Allah akan memperbanyak hartanya. T
  3. Tiada seseorang yang membuka pintu untuk meminta-minta dengan niat meperbanyak hartanya, melainkan Allah akan menyedikitkan hartanya.” (Al-Haitsami mengatakan, “Para perawinya shahih.” Syaikh Al-Albani mengatakan, “Sanadnya baik.”).
Kita adakalanya membicarakan suatu tema, misalnya tentang krisis umat Islam, perselisihan di antara mujahidin, atau kelompok-kelompok dan manhaj mereka. Atau tema sosial lainnya. Di dunia maya yang serba terbuka, sangat besar kemungkinan ada orang yang berkomentar tidak baik. Bahkan mungkin mencela dan melecehkan buah pikiran Anda. Bukan sebatas itu, orang yang tidak Anda kenal mungkin akan mengatakan niat Anda tidak ikhlas dan tuduhan lainnya. Nah, dalam hal ini ada dua hal yang sejatinya adalah ujian bagi kita:
  1. Bila hinaan tidak dibalas dengan hinaan, mudah-mudahan malaikat bersama Anda dan membalas ungkapan penghina itu agar berbalik kepadanya. Doa malaikat tentu lebih dekat untuk dikabulkan. Selain itu, Rasulullah telah memberikan jaminan bahwa bila kita memaafkan celaan itu, Allah akan menolong dan mengangkat derajat.
  2. Bila celaan itu kita balas, kedudukan pertama tadi pun lenyap. Malaikat pergi, dan setanlah yang bermain. Setan datang untuk membisikkan kata-kata rayuan kepada masing-masing pihak. Perdebatan pun akhirnya kering dari kemungkinan berkah. Banyak kata-kata sia-sia, pamer, fitnah, dan kesombongan. Meskipun salah satu pihak berada dalam kebenaran, sedangkan pihak lain tidak benar, diskusi itu menjadi tidak bermanfaat.
Manakah di antara dua itu yang banyak dilakukan oleh orang pada zaman sekarang? Hanya orang-orang yang dipilih oleh Allah yang bisa menahan diri dan melakukan yang pertama. Apalagi di akhir zaman ini, Rasulullah menyebutkan bahwa banyak orang akan membanggakan buah pikirnya sendiri.
Agar kita menjadi orang-orang pilihan Allah, kata-kata yang melecehkan tidak harus dibalas dengan pelecehan. Balaslah dengan kata-kata yang baik dan ilmiah. Jika yang kita sampaikan adalah suatu kebenaran, ia tidak akan tertutupi oleh buruknya cara orang membantah pendapat kita. Maka Allah pun berfirman, “Kebaikan itu tidak akan pernah sama dengan keburukan. Balaslah (keburukan itu) dengan yang lebih baik.” Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Ibnu Yaman. Terinspirasi oleh tulisan Dr Iyad Qunaibi, semoga Allah memberikan pahala jariah  kepada beliau.

MUTIARA AKIDAH

------------------------------
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Ruhul Qudus meniupkan ke dalam hatiku bahwa jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan cukup rizqinya. Bertaqwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam meminta. janganlah terlambatnya risqi menyebabkan seseorang di antara kalian memintanya dengan maksiat. Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tak akan diraih kecuali dengan mentaatiNya." (HR. Abu Nuaim, dishahihkan oleh Al-Albani rhm dalam shahih al- jami' -2085)
----------------------
Al-Qolam Kr-Moncol

Do’a Dua Malaikat Setiap Subuh



Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berinfaq. Anjuran yang bahkan pada bagian awal surah Al-Baqarah telah disebutkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aala menggambarkan salah satu karakter utama orang bertaqwa.
الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan meng-infaq-kan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
(QS Al-Baqarah ayat 1-3)
Dalam ayat di atas Allah ta’aala menyebutkan karakter muttaqin yang biasa berinfaq bersama karakternya yang rajin menegakkan sholat. Di dalam Al-Qur’an hampir selalu karakter menegakkan sholat dan mengeluarkan infaq disebutkan dalam suatu rangkaian berpasangan. Hal ini mudah dimengerti sebab ajaran Islam selalu menekankan keseimbangan dalam segala sesuatu. Islam bukan semata ajaran yang mewujudkan hubungan antara hamba dengan rabbnya atau hablum minAllah, tetapi juga hubungan antara hamba dengan sesama hamba atau hablum minan-naas.
Uniknya lagi, di dalam ajaran Islam bila suatu perintah Allah ta’aala dilaksanakan, maka bukan saja hal itu menunjukkan kepatuhan seorang hamba akan rabbnya, melainkan dijamin bakal mendatangkan manfaat bagi si hamba. Ini yang disebut dengan fadhilah atau keutamaan suatu ’amal-perbuatan. Misalnya sholat malam atau tahajjud. Allah ta’aala menjanjikan bagi pelakunya bakal memperoleh kekuatan daya pengaruh ketika berbicara.
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.” (QS AlMuzzammil ayat 1-5)
Contoh lainnya bila seseorang meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’aala maka di antara fadhilah yang akan ia peroleh adalah penambahan ilmu dari Allah ta’aala, jalan keluar kesulitan hidupnya serta rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
”Dan bertakwalah kepada Allah; Allah (akan) mengajarmu.” (QS AlBaqarah ayat 282)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS Ath-Thalaq ayat 2-3)
Demikian pula dengan berinfaq. Allah ta’aala menjanjikan fadhilah di balik kedermawanan seseorang yang rajin berinfaq.
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya).” Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS Saba’ ayat 39)
Bahkan dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan keuntungan yang bakal diraih seseorang yang rajin berinfaq di pagi hari sekaligus kerugian yang bakal dideritanya bilamana ia tidak peduli berinfaq di pagi hari.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا
وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا (البخاري)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Nabi Muhammad shollallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”, sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)” (HR Bukhary 5/270)
Pembaca yang budiman, marilah kita galakkan berinfaq di pagi hari agar malaikat mendoakan kelapangan rizqi yang memang sangat kita perlukan untuk memperlancar ibadah, amal sholeh, da’wah dan jihad kita di dunia. Dan jangan biarkan ada satu pagipun yang berlalu tanpa berinfaq sebab itu sama saja kita mengundang kerusakan dalam hidup sebagaimana doa malaikat yang satunya di setiap pagi hari.
Ketahuilah, bukan banyaknya jumlah infaq yang penting melainkan kontinuitas-nya. Lebih baik berinfaq sedikit namun konstan terus-menerus daripada berinfaq dalam jumlah besar namun hanya sekali setahun atau seumur hidup. Orang yang konstan berinfaq tidak bakal dipengaruhi oleh musim. Dalam masa paceklik tetap berinfaq, dalam masa panen tentu lebih pasti.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.”
(QS Ali Imran ayat 133-134)
----------------------------------------
Oleh : Ihsan Tanjung
----------------------------------------
Al-Qolam Kr-Moncol